SURAT KEPUTUSAN
DEWAN SYARIAH WAHDAH ISLAMIYAH
Nomor: D.020/QR/DSR-WI/I/1434
Tentang:
METODE MUKTAMAD UNTUK MENENTUKAN AWAL BULAN HIJRIYAH

Dewan Syariah Wahdah Islamiyah setelah:
Menimbang:
  1. Bahwa shalat hari raya Idulfitri dan Iduladha adalah ibadah jama’iyyah yang menjadi syiar persatuan kaum muslimin, sehingga dibutuhkan metode untuk menyamakan penetapan hari-hari raya ini antar sesama organisasi Islam di wilayah Republik Indonesia;
  2. Bahwa pemerintah Republik Indonesia yang diwakili oleh Kementerian Agama telah menetapkan sidang isbat sebagai mekanisme untuk menentukan awal bulan hijriyah, khususnya bulan Ramadhan, Syawal dan Zulhijjah, dengan menggunakan metode rukyatul hilal dan metode hisab (perhitungan bulan);
  3. Bahwa hasil sidang isbat ini menjadi ketetapan yang semestinya diikuti oleh seluruh masyarakat, namun secara faktual, masih terjadi perbedaan antara organisasi Islam sehingga berdampak kepada perbedaan waktu pelaksanaan hari-hari raya di tengah masyarakat;
  4. Bahwa Dewan Syariah Wahdah Islamiyah sebagai lembaga yang berwenang mengeluarkan keputusan fatwa tentang permasalahan yang terjadi di kalangan umat Islam, khususnya di lingkungan Wahdah Islamiyah, memiliki kewajiban untuk membahas permasalahan ini;

Mengingat:
  1. Firman Allah I dalam Alquran Surah al-Baqarah ayat 185:
فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ
“Maka barang siapa di antara kalian yang menyaksikan bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa.”
Teks ayat ini menjelaskan tentang kewajiban berpuasa dengan metode menyaksikan bulan/ hilal.
  1. Firman Allah I dalam Alquran Surah al-Nisa ayat 59:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنْكُمْ فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ ذَلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلًا
”Wahai sekalian orang-orang beriman, taatlah kalian kepada Allah, dan taatilah RasulNya serta para pemimpin (ulil amri) di antara kalian. Maka jika kalian berselisih dalam suatu perkara, maka kembalikanlah kepada Allah dan RasulNya, jika kalian memang beriman kepada Allah dan Hari Akhir. Itu lebih utama dan lebih baik akibatnya (untukmu).”
Ayat ini menjelaskan tentang kewajiban taat kepada ulil amri dalam perkara yang tidak melanggar syariat.  
  1. Hadits Rasulullah e yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim dari sahabat Abu Hurairah:
صُومُوا لِرُؤْيَتِهِ وأَفْطِرُوا لِرُؤْيَتِهِ
”Berpuasalah karena melihat hilal dan berbukalah (berhari rayalah) karena melihatnya.” 
  1. Hadits Rasulullah e yang diriwayatkan oleh al-Tirmidzi dari sahabat Abu Hurairah:
الصومُ يومَ تصومون، والفطرُ يومَ تفطرون، والأضحى يومُ تُضَحُّونَ
“Berpuasa itu adalah pada hari kalian (semua) berpuasa, berbuka itu adalah pada hari kalian (semua) berbuka, dan berkurban itu adalah pada hari kalian (semua) berkurban.”
Menurut al-Tirmidzi: sebagian ulama menyatakan bahwa hadits ini bermakna memulai dan mengakhiri puasa hendaknya bersama-sama dengan mayoritas masyarakat.
  1. Hadits Rasulullah e yang diriwayatkan oleh Muslim dari sahabat Abdullah bin Abbas:
أنَّ أُمَّ الفَضْلِ بنْتَ الحارِثِ، بَعَثَتْهُ إلى مُعاوِيَةَ بالشّامِ، قالَ: فَقَدِمْتُ الشّامَ، فَقَضَيْتُ حاجَتَها، واسْتُهِلَّ عَلَيَّ رَمَضانُ وَأَنا بالشّامِ، فَرَأَيْتُ الهِلالَ لَيْلَةَ الجُمُعَةِ، ثُمَّ قَدِمْتُ المَدِينَةَ في آخِرِ الشَّهْرِ، فَسَأَلَنِي عبدُ اللهِ بنُ عَبّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عنْهما، ثُمَّ ذَكَرَ الهِلالَ، فَقالَ: مَتى رَأَيْتُمُ الهِلالَ؟ فَقُلتُ: رَأَيْناهُ لَيْلَةَ الجُمُعَةِ، فَقالَ: أَنْتَ رَأَيْتَهُ؟ فَقُلتُ: نَعَمْ، وَرَآهُ النّاسُ، وَصامُوا وَصامَ مُعاوِيَةُ، فَقالَ: لَكِنّا رَأَيْناهُ لَيْلَةَ السَّبْتِ، فلا نَزالُ نَصُومُ حتّى نُكْمِلَ ثَلاثِينَ، أَوْ نَراهُ، فَقُلتُ: أَوَلا تَكْتَفِي برُؤْيَةِ مُعاوِيَةَ وَصِيامِهِ؟ فَقالَ: لا، هَكَذا أَمَرَنا رَسولُ اللهِ. وَشَكَّ يَحْيى بنُ يَحْيى في نَكْتَفِي، أَوْ تَكْتَفِي
“Sesungguhnya Ummu Fadl binti Al-Haarits telah mengutusnya menemui Mu’awiyah di Syam. Berkata Kuraib: Lalu aku datang ke Syam, terus aku selesaikan semua keperluannya. Dan tampaklah olehku (bulan) Ramadlan, sedang aku masih di Syam, dan aku melihat hilal (Ramadlan) pada malam Jum’at. Kemudian aku datang ke Madinah pada akhir bulan (Ramadlan), lalu Abdullah bin Abbas bertanya ke padaku (tentang beberapa hal), kemudian ia menyebutkan tentang hilal, lalu ia bertanya; “Kapan kamu melihat hilal (Ramadlan)?”, Jawabku: “Kami melihatnya pada malam Jum’at”. Ia bertanya lagi: “Engkau melihatnya (sendiri)?”,Jawabku: “Ya! Dan orang banyak juga melihatnya, lalu mereka puasa dan Mu’awiyah Puasa”. Ia berkata: “Tetapi kami melihatnya pada malam Sabtu, maka senantiasa kami berpuasa sampai kami sempurnakan tiga puluh hari, atau sampai kami melihat hilal (bulan Syawwal)”. Aku bertanya: “Apakah tidak cukup bagimu ru’yah (penglihatan) dan puasanya Mu’awiyah?” Jawabnya: “Tidak! Begitulah Rasulullah e, telah memerintahkan kepada kami”.
  1. Kaidah Fikih:
حكم الحاكم يرفع الخلاف
“Keputusan hakim/pemerintah dapat menghilangkan sengketa/perselisihan.” (Tartibul Furuq, Imam al-Baquri 1/357)
  1. Pendapat Ulama:
    a. Ibnu Rusyd Al-Qurthubi (Bidayatul Mujtahid I/207) (Ijma’ ulama tentang ru’yatul hilal sebagai metode penetapan awal bulan hijriah).
    b. Ibnu Taimiyah (Majmu’ Fatawa 25/132).
    c. Mutharrif bin Abdullah Al-Syikkhir (lih. At-Tamhid Ibnu Abdil Bar dan Fathul baari, Ibnu Hajar, juz: 3, hal: 157).
 Memperhatikan:
  1. Hasil pertemuan Liqa’ ‘Ilmi Dewan Syariah III pada hari Sabtu, tanggal 19 Zulqa’dah 1433 H/ 6 Oktober 2012 M;
  2. Hasil pertemuan Dewan Syariah Wahdah Islamiyah pada hari Rabu, tanggal 5 Desember 2012.  
MEMUTUSKAN
Menetapkan:
Ketentuan Umum:
  1. Metode rukyatul hilal adalah penentuan awal bulan hijriyah dengan melakukan observasi langsung melihat terbitnya hilal/ bulan sabit, sedangkan metode hisab adalah penentuan awal bulan hijriyah dengan menghitung perjalanan bulan.
  2. Menaati pemerintah adalah dalam perkara-perkara yang tidak dilarang oleh Allah I. dan Rasulullah.
Ketentuan Hukum:
  1. Penentuan awal bulan hijriyah yaitu menggunakan metode rukyatul hilal.
  2. Mengikuti sidang isbat pemerintah dan menaati hasil-hasilnya adalah demi kemaslahatan persatuan umat.

Ditetapkan di  :  Makassar
Pada tanggal  :  21 Muharram  1434 H
5 Desember  2012 M
DEWAN SYARIAH WAHDAH ISLAMIYAH
Ketua, Rahmat Abd. Rahman
Sekretaris, Muh. Ihsan Zainuddin